Monday 23 September 2013

Clinical Pathways : sebagai kendali Mutu & Biaya sebagai antisipasi pelaksanaan BPJS 2014



---------------------------------------------------------------------------------
RSD Madani mengadakan pelatihan penyusunan Clinical Pathways, 
pada : 7 dan 8 Oktober 2013, Auditorium RSD Madani Prov. Sulteng
-----------------------------------------------------------------------------------------------

Clinical pathway merupakan metode dokumentasi klinis yang merefleksikan standar praktik dan pelayanan klinis baik dokter, perawat dan tim kesehatan lainnya.
Clinical pathway merupakan pedoman kolaboratif untuk merawat pasien yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapan pelayanan. Keuntungannya adalah setiap intervensi yang diberikan dan perkembangan pasien tercatat secara sistematik berdasarkan kriteria waktu yang ditetapkan dan diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan serta menurunkan biaya rumah sakit.

Latar Belakang
Tuntutan pelayanan yang bermutu, tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bebas dari kesalahan medik, malpraktik, dan terhindar dari bahaya, tuntutan patient safety, masih tingginya angka infeksi, timbulnya penyakit degeneratif dan penyakit-penyakit baru, serta biaya yang tinggi dalam pelayanan kesehatan. Penerapan clinical pathway dapat menjadi salah satu alternatif untuk menjawab penyebab permasalahan tersebut dan memenuhi tuntutan akan pelayanan yang bermutu, efisien dengan biaya yang terkendali. Tujuannya adalah untuk mengenal dan memahami tujuan, manfaat, dan konsep clinical pathway dalam pelayanan di rumah sakit.

Pengertian
Clinical pathway merupakan pedoman kolaboratif untuk merawat pasien yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapan pelayanan. Clinical pathway menggabungkan standar asuhan setiap tenaga kesehatan secara sistematik. Tindakan yang diberikan diseragamkan dalam suatu standar asuhan, namun tetap memperhatikan aspek individu dari pasien (Marelli, 2000).

Komponen Clinical Pathway
Empat komponen utama clinical pathway meliputi: 
-. Kerangka waktu, 
-. Kategori asuhan, 
-. Kriteria hasil dan 
-. Pencatatan varian (Hill, 1998 dalam Feuth & Claes, 2007). 
Kerangka waktu menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari perawatan (misalnya hari 1, hari 2) atau berdasarkan tahapan pelayanan misalnya fase pre operasi, intra operasi dan pasca operasi. 
Kategori asuhan berisi aktivitas yang menggambarkan asuhan seluruh tim kesehatan yang diberikan kepada pasien.Aktivitas dikelompokkan berdasarkan jenis tindakan (misal: tindakan, pengobatan, pemeriksaan lab, nutrisi, aktivitas) pada jangka waktu tertentu. 
Kriteria hasil memuat hasil yang diharapkan dari standar asuhan yang diberikan, meliputi kriteria jangka panjang (menggambarkan kriteria hasil dari keseluruhan asuhan) dan jangka pendek (menggambarkan kriteria hasil pada setiap tahapan pelayanan pada jangka waktu tertentu). 
Lembaran varian mencatat dan menganalisis deviasi dari standar yang ditetapkan dalam clinical pathway. Kondisi pasien yang tidak sesuai dengan standar asuhan atau standar yang tidak bisa dilakukan dicatat dalam lembar varian.

Tujuan Clinical Pathway
Tujuan dari penerapan clinical pathway adalah menjamin tidak ada aspek-aspek penting dari pelayanan yang dilupakan. Clinical pathway memastikan semua intervensi dilakukan secara tepat waktu dengan mendorong staf klinik untuk bersikap pro-aktif dalam perencanaan pelayanan.Clinical pathway diharapkan dapat mengurangi biaya dengan menurunkan length of stay, dan tetap memelihara mutu pelayanan (Djasri, 2006).
Menurut dr. Hanevi Djasri, MARS, berbagai proses dapat dilakukan untuk menyusun clinical pathway, salah satunya terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:
  1. Pembentukan tim penyusun clinical pathway.Tim penyusun clinical pathway terdiri dari staf multidisplin dari semua tingkat dan jenis pelayanan. Bila diperlukan, tim dapat mencari dukungan dari konsultan atau institusi diluar RS seperti organisasi profesi sebagai narasumber. Tim bertugas untuk menentukan dan melaksanakan langkah-langkah penyusunanclinical pathway.
  2. Identifikasi key players.Identifikasi key players bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam penanganan kasus atau kelompok pasien yang telah ditetapkan dan untuk merencanakan focus group dengan key players bersama dengan pelanggan internal dan eksternal
  3. Pelaksanaan site visit di rumah sakit.Pelaksanaan site visit di rumah sakit bertujuan untuk mengenal praktik yang sekarang berlangsung, menilai sistem pelayanan yang ada dan memperkuat alasan mengapa clinical pathway perlu disusun. Jika diperlukan, site visit internal perlu dilanjutkan dengan site visit eksternal setelah sebelumnya melakukan identifikasi partner benchmarking. Hal ini juga diperlukan untuk mengembangkan ide.
  4. Studi literatur.
    Studi literatur diperlukan untuk menggali pertanyaan klinis yang perlu dijawab dalam pengambilan keputusan klinis dan untuk menilai tingkat dan kekuatan bukti ilmiah. Studi ini sebaiknya mengasilkan laporan dan rekomendasi tertulis.
  5. Diskusi kelompok terarah.
    Diskusi kelompok terarah atau Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk mengenal kebutuhan pelanggan (internal dan eksternal) dan menyesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan tersebut serta untuk mengenal kesenjangan antara harapan pelanggan dan pelayanan yang diterima. Lebih lanjut, diskusi kelompok terarah juga perlu dilakukan untuk memberi masukan dalam pengembangan indikator mutu pelayanan klinis dan kepuasan pelanggan serta pengukuran dan pengecekan.
  6. Penyusunan pedoman klinik.
    Penyusunan pedoman klinik dilakukan dengan mempertimbangkan hasil site visit, hasil studi literatur (berbasis bukti ilmiah) dan hasil diskusi kelompok terarah. Pedoman klinik ini perlu disusun dalam bentuk alur pelayanan untuk diketahui juga oleh pasien.
  7. Analisis bauran kasus.Analisis bauran kasus dilakukan untuk menyediakan informasi penting baik pada saat sebelum dan setelah penerapan clinical pathway. Meliputi: length of stay, biaya per kasus, obat-obatan yang digunakan, tes diagnosis yang dilakukan, intervensi yang dilakukan, praktisi klinis yang terlibat dan komplikasi.
  8. Menetapkan sistem pengukuran proses dan outcome.
    Contoh ukuran-ukuran proses antara lain pengukuran fungsi tubuh dan mobilitas, tingkat kesadaran, temperatur, tekanan darah, fungsi paru dan skala kesehatan pasien (wellness indicator).
  9. Mendisain dokumentasi clinical pathway.
    Penyusunan dokumentasi clinical pathway perlu memperhatikan format clinical pathway, ukuran kertas, tepi dan perforasi untuk filing. Perlu diperhatikan bahwa penyusunan dokumentasi ini perlu mendapatkan ratifikasi oleh Instalasi Rekam Medik untuk melihat kesesuaian dengan dokumentasi lain.
Kesimpulan
Clinical pathway merupakan pedoman kolaboratif untuk merawat pasien yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapan pelayanan. Keuntungannya adalah setiap intervensi yang diberikan dan perkembangan pasien tercatat secara sistematik berdasarkan kriteria waktu yang ditetapkan, dan iharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan serta menurunkan biaya rumah sakit. Hal ini menegaskan bahwa clinical pathway dapat menjadi alternatif pendokumentasian di rumah sakit

sumber : diolah dari berbagai sumber al: asian hospital&healthcare management, abu hibban /hendra firmansyah, Puti Aulia dll.